Tampilkan postingan dengan label jalan-jalan. Tampilkan semua postingan
Bismillahirrahmanirrahim
Ketika sudah memiliki tujuan dalam sebuah perjalanan, ternyata banyak
sekali jalan yang akhirnya terbuka. Setidaknya hari ini saya merasakannya,
dalam perjalanan menuju bisnis raksasa yang akan segera saya besarkan.
Jalan yang diberikan antara lain melalui dua orang petani di Sukatani,
Puncak. Sekilas tentang Sukatani, berada di ketinggian ±1400 meter dpl, suhu
harian rata-rata antara 18-25˚C, bulan kering
paling lama 2 bulan dalam satu tahun, tanah yang sangat gembur, mayoritas
penduduk disini adalah petani sayuran atau buruh lepas. Petani pertama yang
saya serap ilmunya adalah Pak Endang atau kerap dipanggil Kang Endang dan Bapak
Dadan yang baru saya kenal hari ini.
Melalui Kang Endang, saya
mendapat banyak informasi tentang pertanian khususnya sayuran. Beliau mengungkapkan
bahwa ia sudah puluhan tahun menjadi petani sayuran. Yang paling sering ditanam
didaerah ini adalah cabai dan kembang kol. Namun beliau juga mengungkapkan
banyak sayuran lain yang berpotensi untuk di budidayakan disini diantaranya
sawi putih, kaylan, asparagus, seledri, dan masih banyak lagi.
Kendala yang sering dihadapi beliau adalah tentang pemasaran. Ya,
lagi-lagi memang inilah persoalan klasik yang dihadapi para petani dimana pun
di Indonesia, petani cenderung sulit untuk menjangkau pasar dan maraknya
tengkulak atau pengijon yang hidup dengan ‘memeras’ petani. Namun naas bagi
para petani, mereka tidak merasa dirugikan oleh tengkulak karena memang tidak
ada pilihan lain. Kang Endang juga menyampaikan, jika sedang panen raya, ia dan
rekan-rekan petaninya yang tergabung dalam kelompok tani bisa ikut menjual ke
pengepul dari Cipanas untuk dipasok ke Pasar Induk Kramatjati, Jakarta Timur. Hal
ini lebih menguntungkan, namun jarang, karena produksi mereka tidak begitu
besar untuk memenuhi permintaan pasar.
Beda dengan Kang Dadan, beliau adalah salah satu pekerja di kebun milik
Pak Benny yang memasok kebutuhan sayuran organik untuk ke restoran dan swalayan.
Sistem pertanian organik disini sudah dimulai sejak 5 tahun belakangan, itupun
masih ada bahan kimia sisa pupuk anorganik yang pernah dipakai beberapa tahun
sebelumnya, tapi masih dalam batas normal. Di kebun milik Pak Benny ini, Kang
Dadan bekerja bersama 12 petani lainnya. Luas lahan produksi milik Pak Benny
sekitar 1 ha dengan berbagai komoditas seperti sawi putih dan kembang kol. Karena
pangsa pasarnya sudah pasti, kebun milik Pak Benny dapat berkembang dengan baik,
terbukti ada sebuah mobil baru berwarna broken
white di halaman Pak Benny, hehe.
Dari kedua petani tersebut, saya dapat menarik sebuah titik temu dalam
bisnis hortikultura ini yakni cara budidaya dan pemasaran. Cara budidaya sudah jelas, masyarakat ingin back to nature meski harga komoditas
organik lebih mahal. Menurut keterangan Kang Dadan, kol yang dibudidayakan
dengan cara anorganik harganya berkisar 3-5 ribu per kg, sementara hasil
budidaya organik mampu mencapai harga 20 ribuan per kg. Kemudian bagian pemasaran,
para petani butuh akses untuk menjangkau pasar, mereka tidak bisa selamanya
menunggu datangnya pemborong ke kebun mereka atau harus berjualan langsung ke
pasar, hal ini sangat tidak efisien menurut saya. Namun saya sudah memikirkan jalan keluarnya dan
insyaa Allah akan saya tuangkan dalam bentuk proposal Program Kreativitas
Mahasiswa bidang Abdi Masyarakat (PKM-M) tahun depan, semoga Allah ridha atas
jalan ini.
Dalam waktu dekat, saya akan belajar cepat tentang budidaya macam-macam
sayuran, hasil rekomendasi petani disana saya mendapat masukan untuk menanam
asparagus sebagai komoditas utama, kemudian seledri, cabai, paprika, kol, sawi
dan stoberi sebagai komoditas tambahan untuk menekan cost saat perawatan asparagus. Karena asparagus baru dapat dipanen
sekitar 5 bulan, namun harganya cukup menjanjikan.
Semoga bisnis yang saya bangun nanti bukan malah ‘membunuh’ usaha para
petani, tapi meningkatkan kesejahteraan mereka. Saya punya mimpi besar untuk
Sukatani, menjadikan tempat ini sebagai agrowisata buah dan sayur dimana…..
(next post aja deh, hehe) Semoga dapat terealisasi dalam beberapa tahun
mendatang. Aamiin.
bersama Kang Dadan |
Tag :// jalan-jalan,
Tag :// pertanian
"berbagi waktu dengan alam...
kau akan tahu siapa dirimu yang sebenarnya...
hakikat manusia"
mungkin lirik lagu inilah yang cocok untuk perjalanan singkat kemarin ini. ya, karena hampir satu semester berkutat di kampus tanpa sempat menyempatkan mata melakukan relaksasi. gue kali ini melakukan perjalanan bersama teman-teman satu departemen, ada Juna, Bari, Dicky, Gerry, Alfie dan Wisnu.
kemarin malam, kita janjian kumpul di Himagron jam setengah delapan malam, tapi akhirnya baru bisa kumpul jam sembilan lewat sekian karena masih banyak yang punya agenda. Bari dapet amanah jadi kadept keuangan di BEM Faperta, Gerry juga jadi staff PSDM di BEM Faperta, mereka ada gathering perdana gitu, jadinya kemaleman. dan gue sendiri, jadi pewawancara BEM TPB *asik*, tahun ini sedang ingin menikmati menjadi pemerhati #eaaa. yang kasian adalah si Alfie, dia datang ontime jam setengah delapan, walhasil clingak-clinguk sendirian dia di himagron. Dicky, Juna, dan Wisnu? yasudahlah ya, ga penting kalo diceritain semua, haha.
Singkatnya, kami berangkat bertujuh dengan empat motor. formasi kami :
depan : gue + Juna
kedua : Bari
ketiga : Gerry + Dicky
keempat : Wisnu + Alfie
setelah briefing singkat dan berdoa bareng, jam sepuluh malam kami berangkat, dan Alhamdulillah, pukul sebelas lewat tiga puluh, kami tiba di tempat tujuan, Desa Naringgul, Puncak.
sesampainya disana, apa yang dilakukan? yak, makaaaan~ beginilah prosesi kami makan
![]() |
makan mie instan sensasi hotplate. benar-benar hotplate. real hotplate. langsung dari panci |
malam itu kami menyusun rencana untuk besok pagi, rencananya mau bangun dan sholat subuh di Masjid At-ta'awun, tapi nyatanya gagal karena bangun pada kesiangan, jam lima lewat limabelas cuuuy *akibat kelelahan di perjalanan dan baru tidur jam setengah satu.
bangun pagi, kami bikin minum hangat, makan biskuit dan kawan-kawannya, juga langsung ke destinasi pertama.
beginilah perjalanan kami, cukup licin jalannya karena sekarang sudah mulai hujan.
sesampainya diatas, kami langsung mencari spot asik untuk menikmati pemandangan.
meskipun gue sudah sering ke tempat ini, tapi gue belum pernah bosan. karena memang gue suka tempat seperti ini, tempat paling murah dan keren buat merenung.
setelah menyaksikan orang yang terbang (pake paralayang) kita sepakat buat sholat dhuha di Masjid Atta'awun. kira-kira jam 8.30 kita sudah sampai di Masjid yang keren ini. viewnya menghadap bukit yang tadi kita tanjak, suasana yang luar biasa nyaman, dan arsitektur yang keren banget.
setelah memberikan 'makan' pada hati dengan mengingat Allah, akhirnya perut juga protes, minta dikasih makan. kamipun bergegas kembali ke gubuk aki, dengan membeli beberapa bahan yang bisa dimakan, telur, ikan asin, cabai, bawang merah, krupuk dan lain-lain.
ketika masak, banyak hal konyol yang terjadi. semua punya pikiran masing-masing tentang bahan yang kita punya. buahnya, masakan rasanya ga karuan. tapi secara teknis, asik cuy. setelah semua matang dan siap, kamipun menggelar daun pisang sebagai wadah.
setelah makan, kami berleha-leha, ada yang tidur, main hape, keliling, jajan, dan macem-macem sembari nunggu adzan dzuhur. abis sholat, kita bersiap-siap ke destinasi berikutnya, yaitu Telaga Warna, sebuah telaga ditengah riung gunung.
menurut temen-temen gue, tempat ini biasa aja, tapi buat gue, tempat ini beda. karena selain sepi, gue takjub melihat ada telaga yang lumayan luas dan kedalamannya 15 meter. disini juga banyak monyet berkeliaran, ada flying fox, dan yang menarik kita akhirnya adalah rakit bambu!
kita naik rakit bambu bertujuh, ditengah-tengah telaga gue menanyakan some weird questions ke bapak-bapak pemilik rakitnya seperti, "disini ada buaya ga pak?" atau "kita ga bakal nyasar kan pak?"
sempet sih ngerasa dodol, tapi yasudahlahyaa, namanya juga liburan *apa hubungannya -__-
disini kita juga dapet kesempatan ngasih makan monyet-monyet yang berkeliaran. tapi kudu hati-hati, masih agak agresif.
yak, jadi demikianlah perjalanan singkat gue dan kawan-kawan. Alhamdulillah semua sehat sampe sekarang, hehe. dan ternyata perjalanan ini hanya menghabiskan 26ribu rupiah, lumayan banget bukan? n_n
sejatinya, bukan seberapa jauh kita pergi, tapi seberapa banyak pelajaran yang dapat kita ambil.
beginilah perjalanan kami, cukup licin jalannya karena sekarang sudah mulai hujan.
sesampainya diatas, kami langsung mencari spot asik untuk menikmati pemandangan.
meskipun gue sudah sering ke tempat ini, tapi gue belum pernah bosan. karena memang gue suka tempat seperti ini, tempat paling murah dan keren buat merenung.
setelah menyaksikan orang yang terbang (pake paralayang) kita sepakat buat sholat dhuha di Masjid Atta'awun. kira-kira jam 8.30 kita sudah sampai di Masjid yang keren ini. viewnya menghadap bukit yang tadi kita tanjak, suasana yang luar biasa nyaman, dan arsitektur yang keren banget.
setelah memberikan 'makan' pada hati dengan mengingat Allah, akhirnya perut juga protes, minta dikasih makan. kamipun bergegas kembali ke gubuk aki, dengan membeli beberapa bahan yang bisa dimakan, telur, ikan asin, cabai, bawang merah, krupuk dan lain-lain.
ketika masak, banyak hal konyol yang terjadi. semua punya pikiran masing-masing tentang bahan yang kita punya. buahnya, masakan rasanya ga karuan. tapi secara teknis, asik cuy. setelah semua matang dan siap, kamipun menggelar daun pisang sebagai wadah.
setelah makan, kami berleha-leha, ada yang tidur, main hape, keliling, jajan, dan macem-macem sembari nunggu adzan dzuhur. abis sholat, kita bersiap-siap ke destinasi berikutnya, yaitu Telaga Warna, sebuah telaga ditengah riung gunung.
menurut temen-temen gue, tempat ini biasa aja, tapi buat gue, tempat ini beda. karena selain sepi, gue takjub melihat ada telaga yang lumayan luas dan kedalamannya 15 meter. disini juga banyak monyet berkeliaran, ada flying fox, dan yang menarik kita akhirnya adalah rakit bambu!
kita naik rakit bambu bertujuh, ditengah-tengah telaga gue menanyakan some weird questions ke bapak-bapak pemilik rakitnya seperti, "disini ada buaya ga pak?" atau "kita ga bakal nyasar kan pak?"
sempet sih ngerasa dodol, tapi yasudahlahyaa, namanya juga liburan *apa hubungannya -__-
disini kita juga dapet kesempatan ngasih makan monyet-monyet yang berkeliaran. tapi kudu hati-hati, masih agak agresif.
yak, jadi demikianlah perjalanan singkat gue dan kawan-kawan. Alhamdulillah semua sehat sampe sekarang, hehe. dan ternyata perjalanan ini hanya menghabiskan 26ribu rupiah, lumayan banget bukan? n_n
sejatinya, bukan seberapa jauh kita pergi, tapi seberapa banyak pelajaran yang dapat kita ambil.
kunjungan gue kali ini agak serius, karena bulan depan Insyaa Allah gue bakal mulai mengaplikasikan ilmu yang sudah gue dapet di bangku kuliah. gue bakal memulai hidup sebagai petani (di luar negeri, orang selalu bangga ketika pekerjaannya adalah seorang petani, karena memang petani diluar negeri itu sangatlah sejahtera) semoga Allah mempermudah jalannya.
kalo kata Bung Karno, "Pertanian adalah urusan hidup atau mati."
tapi kata gue, "Pertanian adalah perkara eksis atau tidaknya suatu peradaban. Tidak akan maju suatu bangsa jika masih menggantungkan kebutuhan pangannya kepada negara lain."
![]() |
ini dia gubuk aki, tempat kita bermalam |
tapi kata gue, "Pertanian adalah perkara eksis atau tidaknya suatu peradaban. Tidak akan maju suatu bangsa jika masih menggantungkan kebutuhan pangannya kepada negara lain."
inilah "kantor" gue, mirip hanggar pesawat ya? :D |
Tag :// jalan-jalan,
Tag :// pertanian